Pages

This blog has been moved to www.m0njc.wordpress.com

Thursday, November 26, 2009

Love Defined -Theology of the Body series

Love defined

What is love?
Banyak orang berbicara tentang cinta sejati atau true love’. Tapi apakah itu? Paus Yohanes Paulus 2 menjelaskan: “Karena cinta, bukan saja tentang perasaan, tetapi cinta adalah keputusan untuk melebih dulukan kebaikan bagi orang lain daripada kebaikan untuk dirinya sendiri.” Dengan kata lain, cinta tidak berhenti sampai pada perasaan, tetapi cinta selalu mencari yang terbaik bagi orang lain.


Loving Vs. Using
Sepasang anak muda yang telah berpacaran lama, tergoda untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah. Laki-laki berkata kepada perempuan, “jika kamu benar-benar mencintai saya, tunjukkan! Tunjukkan kalau kamu benar-benar mencintai saya dengan mau berhubungan seks dengan saya.” menurut anda, apakah itu cinta sejati? Tentu saja bukan! Laki-laki itu bukan menunjukkan bahwa ia mencintai perempuan, tetapi, ia malah memanfaatkan perempuan itu.

Paus Yohanes Paulus 2 mengatakan bahwa, lawan dari cinta adalah memanfaatkan. Mengapa? Karena dalam mencintai, kita memberi dengan tulus, tetapi jika kita memanfaatkan, maka kita mengambil dengan paksa sesuatu yang bukan milik kita dari orang lain. Dan dalam konteks seperti cerita diatas, jika pasangan itu melakukan hubungan seks, maka mereka bukan menunujukkan ‘love’, melainkan ‘lust’. “Love seeks to give; lust seeks to get.” John Crudele

Ketika kita memanfaatkan orang lain, maka orang tersebut menjadi objek. Sementara, dalam saling mencintai, pasangan atau orang yang saling mencintai itu harus memandang yang ia cintai sebagai subjek. Bukan objek!


Paus Yohanes Paulus 2 mendefinisikan cinta dan menghubungkannya dengan nilai yang diperoleh dari kemurnian, kesucian atau yang dalam bahasa inggris dinyatakan lewat kata: Chastity. “Chastity is the sure way to happiness.”


Chastity is the sure way to happiness
Chastity bisa diartikan sebagai hidup dalam keadaan murni, suci. Hm..?? Suci? Mungkin kita berpikir kepada kehidupan para rahib yang siang malam berdoa, pantang dan puasa. Serta sederet larangan Tuhan yang harus kita jalani setiap hari. Atau anak muda yang mendengar kata kesucian atau kemurnian lalu berpikir kearah larangan-larangan untuk bergaul atau berhubungan dengan lawan jenis. Atau ekstremnya, penekanan segala hasrat, termasuk hasrat seksual dalam diri (sexual repression). Lalu, dimana letak kebahagiaan seperti yang dikatakan: ‘Chastity is the sure way to happiness’?

Sepasang kekasih sudah lama berpacaran. Mereka merasa bahwa mereka cocok satu sama lain dan mereka benar-benar sudah sehati. Mereka memutuskan untuk tinggal bersama diluar ikatan pernikahan dan berhubungan seks selayaknya suami istri. Apa yang mereka lakukan bukanlah cinta, karena tidak memberikan yang terbaik bagi sesamanya. Dan mereka tidak berkomitmen untuk saling mencintai (yang dikukuhkan dalam ikatan pernikahan), tetapi mereka setuju atau mau untuk ‘memanfaatkan’ dan ‘dimanfaatkan’.

Mereka tidak lagi hidup dalam kemurnian, atau tidak lagi dalam ‘chastity’ itu sendiri. Tetapi, mereka berpikir bahwa mereka sudah saling mencintai. Lalu, apakah ‘chastity’ itu adalah lawan dari ‘love’? apakah kemurnian atau kesucian itu membuat kita tidak lagi boleh mencintai atau jatuh cinta?

Dalam mencari arti dari kata ‘chastity’ ini, saya coba melihatnya di kamus bahasa Inggris Oxford. Kamus bisa dibilang mewakili pendapat umum mengenai makna yang biasa dipahami oleh orang banyak. Saya menemukan kata ini: ‘Chastity belt’. Tertulis artinya: ‘a device worn by some women in the past to prevent them from being able to have sex.’ Saya terkejut membaca ini. Kalau begini, bisa dikatakan bahwa ‘chastity’ menjadi suatu penghalang untuk berhubungan seks yang notabene menjadi hasrat keinginan nomor satu orang-orang tertentu.

Inilah pandangan yang salah yang ingin diubah oleh Paus Yohanes Paulus 2 dalam Theology of the Body. Makna dari ‘chastity’ atau kesucian atau kemurnian telah berubah, tepatnya maknanya merosot ditarik oleh pemikiran pribadi manusia yang mengubah arti kesucian itu. Chastity atau kesucian, bukanlah suatu penekanan diri sendiri atau sesuatu yang menakut-nakuti kita. Jika kita ingin memahami tujuan dari kemurnian atau kesucian ini adalah untuk melatih kehendak kita untuk memilih mana yang baik dan benar. Dan kesucian erat hubungannya dengan cinta atau ‘love’.


Chastity: guardian of LOVE
Chastity adalah sifat yang mengarahkan hasrat dan sikap seksualitas kita kepada kebenaran cinta. Chastity atau kesucian selalu mencari untuk mencintai dan bukan untuk memanfaatkan. Dan kesucian ini dapat membuat kita menolak untuk merampas apa yang bukan milik kita dari orang lain. Dan dengan adanya pandangan tentang kesucian atau chastity yang benar ini, maka chastity atau kesucian tidak lagi seperti yang dipikirkan selama ini, yaitu melarang kita untuk menjalin hubungan lawan jenis, tetapi chastity (kesucian) mengarahkan kita kepada hubungan yang sehat dan kepada cinta yang otentik. Dengan memiliki sikap hidup yang suci dan berkehendak murni, kita semakin dapat memahami arti cinta itu. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus 2 berkata, “Only the chaste man and the chaste woman are capable of true love.”


“Purity is a requirement of love. It is the dimension of its interior truth in man’s heart.”

“When you decide firmly to lead a clean life, chastity will not be a burden on you: It will be a crown of triumph.”

m0n
JCLU

Source: Jason Evert, Theology of the Body for teens chapter 2 and bahan pengajaran Camping Rohani dari Fr. Albert, CSE, http://www.catholiceducation.org/articles/marriage/mf0073.html

Paus Yohanes Paulus juga bicara dalam hal ini, tentang krisis seksualitas yang terjadi masa ini. Dewasa ini, banyak orang salah mengerti tentang seks. Seks hanya dilihat sebagai nafsu, sehingga banyak orang dijadikan objek dari nafsu seksual. Paus dengan tegas menyerukan bahwa seks adalah kuasa untuk mencinta. Seks berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

0 comments: