Pages

This blog has been moved to www.m0njc.wordpress.com

Thursday, November 26, 2009

Love Defined -Theology of the Body series

Love defined

What is love?
Banyak orang berbicara tentang cinta sejati atau true love’. Tapi apakah itu? Paus Yohanes Paulus 2 menjelaskan: “Karena cinta, bukan saja tentang perasaan, tetapi cinta adalah keputusan untuk melebih dulukan kebaikan bagi orang lain daripada kebaikan untuk dirinya sendiri.” Dengan kata lain, cinta tidak berhenti sampai pada perasaan, tetapi cinta selalu mencari yang terbaik bagi orang lain.


Loving Vs. Using
Sepasang anak muda yang telah berpacaran lama, tergoda untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah. Laki-laki berkata kepada perempuan, “jika kamu benar-benar mencintai saya, tunjukkan! Tunjukkan kalau kamu benar-benar mencintai saya dengan mau berhubungan seks dengan saya.” menurut anda, apakah itu cinta sejati? Tentu saja bukan! Laki-laki itu bukan menunjukkan bahwa ia mencintai perempuan, tetapi, ia malah memanfaatkan perempuan itu.

Paus Yohanes Paulus 2 mengatakan bahwa, lawan dari cinta adalah memanfaatkan. Mengapa? Karena dalam mencintai, kita memberi dengan tulus, tetapi jika kita memanfaatkan, maka kita mengambil dengan paksa sesuatu yang bukan milik kita dari orang lain. Dan dalam konteks seperti cerita diatas, jika pasangan itu melakukan hubungan seks, maka mereka bukan menunujukkan ‘love’, melainkan ‘lust’. “Love seeks to give; lust seeks to get.” John Crudele

Ketika kita memanfaatkan orang lain, maka orang tersebut menjadi objek. Sementara, dalam saling mencintai, pasangan atau orang yang saling mencintai itu harus memandang yang ia cintai sebagai subjek. Bukan objek!


Paus Yohanes Paulus 2 mendefinisikan cinta dan menghubungkannya dengan nilai yang diperoleh dari kemurnian, kesucian atau yang dalam bahasa inggris dinyatakan lewat kata: Chastity. “Chastity is the sure way to happiness.”


Chastity is the sure way to happiness
Chastity bisa diartikan sebagai hidup dalam keadaan murni, suci. Hm..?? Suci? Mungkin kita berpikir kepada kehidupan para rahib yang siang malam berdoa, pantang dan puasa. Serta sederet larangan Tuhan yang harus kita jalani setiap hari. Atau anak muda yang mendengar kata kesucian atau kemurnian lalu berpikir kearah larangan-larangan untuk bergaul atau berhubungan dengan lawan jenis. Atau ekstremnya, penekanan segala hasrat, termasuk hasrat seksual dalam diri (sexual repression). Lalu, dimana letak kebahagiaan seperti yang dikatakan: ‘Chastity is the sure way to happiness’?

Sepasang kekasih sudah lama berpacaran. Mereka merasa bahwa mereka cocok satu sama lain dan mereka benar-benar sudah sehati. Mereka memutuskan untuk tinggal bersama diluar ikatan pernikahan dan berhubungan seks selayaknya suami istri. Apa yang mereka lakukan bukanlah cinta, karena tidak memberikan yang terbaik bagi sesamanya. Dan mereka tidak berkomitmen untuk saling mencintai (yang dikukuhkan dalam ikatan pernikahan), tetapi mereka setuju atau mau untuk ‘memanfaatkan’ dan ‘dimanfaatkan’.

Mereka tidak lagi hidup dalam kemurnian, atau tidak lagi dalam ‘chastity’ itu sendiri. Tetapi, mereka berpikir bahwa mereka sudah saling mencintai. Lalu, apakah ‘chastity’ itu adalah lawan dari ‘love’? apakah kemurnian atau kesucian itu membuat kita tidak lagi boleh mencintai atau jatuh cinta?

Dalam mencari arti dari kata ‘chastity’ ini, saya coba melihatnya di kamus bahasa Inggris Oxford. Kamus bisa dibilang mewakili pendapat umum mengenai makna yang biasa dipahami oleh orang banyak. Saya menemukan kata ini: ‘Chastity belt’. Tertulis artinya: ‘a device worn by some women in the past to prevent them from being able to have sex.’ Saya terkejut membaca ini. Kalau begini, bisa dikatakan bahwa ‘chastity’ menjadi suatu penghalang untuk berhubungan seks yang notabene menjadi hasrat keinginan nomor satu orang-orang tertentu.

Inilah pandangan yang salah yang ingin diubah oleh Paus Yohanes Paulus 2 dalam Theology of the Body. Makna dari ‘chastity’ atau kesucian atau kemurnian telah berubah, tepatnya maknanya merosot ditarik oleh pemikiran pribadi manusia yang mengubah arti kesucian itu. Chastity atau kesucian, bukanlah suatu penekanan diri sendiri atau sesuatu yang menakut-nakuti kita. Jika kita ingin memahami tujuan dari kemurnian atau kesucian ini adalah untuk melatih kehendak kita untuk memilih mana yang baik dan benar. Dan kesucian erat hubungannya dengan cinta atau ‘love’.


Chastity: guardian of LOVE
Chastity adalah sifat yang mengarahkan hasrat dan sikap seksualitas kita kepada kebenaran cinta. Chastity atau kesucian selalu mencari untuk mencintai dan bukan untuk memanfaatkan. Dan kesucian ini dapat membuat kita menolak untuk merampas apa yang bukan milik kita dari orang lain. Dan dengan adanya pandangan tentang kesucian atau chastity yang benar ini, maka chastity atau kesucian tidak lagi seperti yang dipikirkan selama ini, yaitu melarang kita untuk menjalin hubungan lawan jenis, tetapi chastity (kesucian) mengarahkan kita kepada hubungan yang sehat dan kepada cinta yang otentik. Dengan memiliki sikap hidup yang suci dan berkehendak murni, kita semakin dapat memahami arti cinta itu. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus 2 berkata, “Only the chaste man and the chaste woman are capable of true love.”


“Purity is a requirement of love. It is the dimension of its interior truth in man’s heart.”

“When you decide firmly to lead a clean life, chastity will not be a burden on you: It will be a crown of triumph.”

m0n
JCLU

Source: Jason Evert, Theology of the Body for teens chapter 2 and bahan pengajaran Camping Rohani dari Fr. Albert, CSE, http://www.catholiceducation.org/articles/marriage/mf0073.html

Paus Yohanes Paulus juga bicara dalam hal ini, tentang krisis seksualitas yang terjadi masa ini. Dewasa ini, banyak orang salah mengerti tentang seks. Seks hanya dilihat sebagai nafsu, sehingga banyak orang dijadikan objek dari nafsu seksual. Paus dengan tegas menyerukan bahwa seks adalah kuasa untuk mencinta. Seks berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Wednesday, November 25, 2009

Created for Love -Theology of the Body series

Created for love

L.O.V.E.
Love. Cinta. Siapa tidak mengenal kata cinta? Siapa tidak pernah merasakan yang namanya cinta? Anak-anak kecil pun sudah bisa berpendapat jika ditanyain apa itu cinta. Cinta menjadi topik yang paling laris manis. Di Indonesia saja terdapat ratusan bahkan ribuan penyanyi yang menyanyikan lagu cinta, ratusan film sinetron yang bertemakan cinta, entah itu cinta terlarang, cinta monyet, cinta sejati, atau apapun. Padahal topiknya hanya satu, yaitu cinta.

Mengapa cinta menjadi topik yang paling hangat dan tak akan pernah kehilangan nilai jualnya? Jawabannya terdapat pada diri anda sendiri! Karena pada dasarnya, setiap manusia,termasuk anda, diciptakan oleh Tuhan berlandaskan cinta. Dan setiap manusia dipanggil untuk mencintai.

Dikatakan bahwa manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Tuhan. Dan Alkitab juga berkata bahwa: GOD is LOVE. Allah adalah kasih. Maka sudah seharusnya cinta itu ada didalam diri manusia.


Loves Equals Communion
Kita, manusia, diciptakan seturut citra Allah yang adalah kasih, maka sudah menjadi kodrat dan sudah selayaknya dan bahkan seharusnya manusia hidup dalam cinta kasih. “Man cannot live without love.” JP2

Sekarang, ketika cinta atau kasih itu kita rasakan, cinta itu pasti tidak berhenti pada diri kita sendiri. Cinta tidak pernah terisolasi. Ketika ada cinta, maka pasti ada yang mencintai dan ada yang dicintai, dan cinta diantara mereka. Pasti ada persekutuan/hubungan antar manusia, hubungan yang dieratkan oleh cinta, dan mereka saling memberikan dirinya dalam cinta. Maka, kasih atau cinta itu sama dengan bersekutu, koinonia. Seperti sifat Allah Tritunggal, ada Bapa, ada Putra dan juga ada Roh Kudus sebagai api cinta pengikat diantaraNya.

Itulah sebabnya, Allah berkata, “tidak baik bila manusia itu sendirian saja.” Sebab, manusia membutuhkan pendamping hidupnya untuk saling berbagi dan saling memberi. Gereja mengajarkan, “Manusia dapat dengan penuh memahami citra dirinya sendiri hanya dalam pemberian tulus dari dalam diri sendiri.”

Mother Teresa berkata, “Life is not worth living unless it is lived for others.”


Nothing hurts like love – Daniel Bedingfield
Jika setiap manusia dipanggil untuk mencintai, maka seharusnya cinta itu menghasilkan sesuatu yang baik bukan? Tetapi kadang sebaliknya. Tidak sedikit jalinan cinta kasih suami istri yang terputus alias bercerai dan meninggalkan luka, kekesalan, dendam dalam lubuk hati masing-masing. Banyak anak muda yang baru belajar mengenal cinta dari lawan jenis nya mengalami broken heart atau patah hati dan mengakibatkan hilangnya makna hidup dan tak sedikit yang hidupnya jadi hancur berantakan.


Mengapa?
Semua ini berasal dari satu pilihan yang berakibat fatal. Yaitu pilihan yang didasari ketidakpercayaan pada Allah. Yaitu pilihan yang dipilih oleh Adam dan Hawa untuk memakan buah terlarang. Mulai dari situ, semua manusia memiliki dosa asal. Setiap bayi yang baru lahir, sudah memiliki hutang dosa. Dosa memutuskan hubungan manusia dengan Tuhan.

Hubungan manusia yang sudah terputus itu, sudah didamaikan kembali oleh yang namanya cinta. Yaitu cinta yang Yesus tunjukkan diatas kayu salib 2000 tahun yang lalu untuk membayar lunas setiap manusia dari hutang dosa. Yesus sendiri berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Yohanes 15:13.

Kasih dari Allah adalah kasih terbesar yang pernah ada. Kasih yang tiada duanya. Allah menawarkan kasih yang begitu tulus dan tidak bisa diperoleh dari manusia manapun juga.


Created for love
Seperti Yesus, kita dipanggil untuk mencintai. Dan mencintai itu tidak pernah mudah. Jika kita mencintai, maka kita memberi. Jika kita memberi, maka ada sesuatu yang diambil dari kita, bisa banyak bisa sedikit. Dan dalam proses mencinta atau proses ‘pengambilan’ itu bisa dilakukan dengan lembut atau dengan kasar, sehingga tak jarang menimbulkan luka. Luka yang tidak mudah hilang dan bahkan berbekas. Itulah konsekuensi dari cinta.

Dan konsekuensi itu tidak dihadapkan pada pertanyaan ‘apakah saya bisa?’, tetapi seharusnya pada pertanyaan, “apakah saya mau?” Dan ketika kita putuskan untuk mencinta, maka kita masuk dalam suatu proses yang tidak ada habisnya. Yaitu proses menjadi diri kita. Mengapa? Sebab, semakin kita mencintai, semakin kita menjadi diri kita. Because, we are created for love.


Definisi cinta?
bersambung ke chapter selanjutnya: ‘Love defined’


m0n
JCLU

Source: Jason Evert, Theology of the Body for teens chapter 1. And the talks tonight in ‘love 101’ with my community PDKM St. Alfonsus.

Friday, November 20, 2009

Introduction to Theology of the Body - Theology of the Body series

Theology of the Body – Teologi Tubuh

Body
Dalam suatu Misa muda-mudi, seorang Pastur dalam khotbahnya bercerita masa lalunya tentang seorang gadis yang ia kenal. Pastur itu berkata, “… Saat itu, saya melihat tubuhnya…” para muda-mudi yang mengikuti Misa lalu berseru dan berpikiran macam-macam. Lalu Pastur itu melanjutkan, “… tunggu dulu jangan berpikiran macam-macam kalian. Saat ini kalian melihat tubuh saya juga kan? Saya melihat tubuh kalian juga kan?...” Dan seterusnya.

Tubuh. Apa yang muncul dipikiran anda saat mendengar kata’TUBUH’? Mungkin anda akan berpikiran kearah yang berbau duniawi, mulai berfantasi, yang pria mungkin berpikir tentang tubuh wanita, yang wanita merasa tersinggung atau juga membayangkan seorang pria. Mungkin.


Theology
Sekarang, jika saya mengucapkan kata: ‘Teologi’. Apa yang muncul di benak anda? Mungkin anda akan berpikiran tentang: Tuhan, ajaran Gereja, ajaran agama, sesuatu yang berbau rohani dan sulit dipahami? Mungkin saja.


Theology and Body
Lalu, apa yang anda pikirkan jika saya menggabung kata-kata diatas? Kata TEOLOGI dan kata TUBUH? Mungkin anda akan mulai meletakkan kata TEOLOGI di ujung sebelah kiri dan kata TUBUH di ujung sebelah kanan. Rasanya dua hal ini adalah hal yang jauh berbeda, bukan?

Seks. Apa yang muncul dalam pikiran anda jika mendengar kata seks? Sesuatu yang ‘taboo’? Sesuatu yang kotor, rendah, sesuatu yang menghalangi kita mencapai kesucian? Banyak orang berpikir bahwa seks adalah suatu tindakan, hawa nafsu. Sehingga banyak sekali orang yang terikat oleh hasrat seksual dan tidak sedikit orang yang menjadi korban atau objek seksual.

Lalu, apa yang muncul dalam pikiran anda bila mendengar: Ajaran Gereja Katolik akan Seksualitas. Mungkin anda akan membayangkan isi ajaran itu adalah: Jauhi hal-hal itu atau neraka menanti anda!

Namun, ada seorang Katolik yang berhasil menguak kebenaran akan arti seksualitas manusia, keberadaan manusia(human existence), tubuh manusia, panggilan dasar manusia dan masih banyak lagi, dalam ajaran: Theology of the Body. Dalam ajaran beliau, anda akan menemukan keindahan dan tujuan dari seksualitas anda, dan anda akan mengetahui bahwa sesungguhnya Gereja mengajarkan bahwa seksualitas manusia adalah sesuatu yang sangat-sangatlah penting, baik, dan indah. Beliau adalah seorang yang tidak asing bagi umat Katolik abad 21, Karol Wojtyla, atau yang lebih kita kenal dengan Paus Yohanes Paulus II.

Beliau memberikan 129 pertemuan pada setiap hari rabu, pada masa jabatannya sebagai Paus, tepatnya sekitar tahun 1979 sampat 1984, yang akhirnya disebut: Theology of the Body.

Theology of the body memiliki tema sentral pada seksualitas. Mengapa seksualitas? Karena pada masa ini, tidak banyak orang yang memahami makna seks yang sebenarnya. Makna seks telah bergeser, terjadi krisis seksualitas, seperti yang sudah dibicarakan diatas. Seksualitas itu bukanlah soal apa yang kita lakukan, tetapi seksualitas itu adalah soal siapa diri kita sebenarnya. Seks adalah sarana yang luhur yang memungkinkan terlaksanya kehendak Allah dalam diri manusia. Dan tubuh bukanlah sesuatu yang kotor, yang rendah, yang menghalangi manusia mencapai kesucian, tetapi tubuh adalah Sakramen, dimana Tuhan menyatakan dirinya dalam kita, pria dan wanita.

Paus Yohanes Paulus II berkata: “Badan. Dan hanya badan yang sanggup membuat yang tidak kelihatan (yang rohani dan yang ilahi), menjadi kelihatan. Badan diciptakan untuk menghantarkan misteri kekal yang tersembunyi Allah ke dalam realitas dunia yang kelihatan, dan karena itu menjadi tanda atasnya.”

Paus mengajak kita untuk memahami seks dengan kembali pada kitab suci, bagaimana rencana awal Allah tentang seksualitas dan tubuh kita. Allah menciptakan manusia dengan seksulitas dan tubuhnya sebagai suatu yang indah dan mulia.

Theology of the body membimbing kita menuju kebahagiaan dan keberhasilan dalam menjalin hubungan persahabatan dan hubungan lawan jenis dengan mengetahui makna seksualitas kita. Theology of the body juga mengubah pandangan-pandangan yang salah, seperti: pemahaman bahwa tubuh adalah kotor dan sesuatu yang tidak baik, hasrat seksual kita ada sesuatu yang harus diabaikan, menjadi suatu pemahaman bahwa tubuh kita dan keinginan-keinginan dalam tubuh kita sebenarnya mengarahkan kita kepada tujuan dan arti hidup kita!

Wednesday, October 21, 2009

18 means…

18 means older…

18 means work harder…

18 means study harder…

18 means holier… : D

18 means calmer…

18 means nu life style…

18 means hangout more…

18 means driving alone…

18 means no more procrastinating…

18 means semangat!

18 means kuliah…

18 means discerning for vocation…

18 means praying for future husband…

18 means Franciscan or Carmelite???

18 means going to Lembah Karmel again!

18 means Camping Rohani Tumpang, Malang… arrgghh!!!

18 means blogging more… haha…

18 means humble.

18 means SERVIAM – I serve-

18 means better handwriting… lol

18 means dig my creativity

18 means thinking…

18 means a badminton expert!!! Gyahaha…

18 means computerized…

18 means happy J

18 means keep obedience

18 means Theology of the Body… haha… apaan seeh???

18 means less evil… hihi…

18 means I love sheep!

18 means ‘winning 1 more soul for Jesus’

18 means Java programmer… It’s a must!

18 means a php web programmer…

18 means rubik’s cube speed solver… huahuahua!

18 means saving for JMJ 2011!!!

18 means earn money.

18 means smart.

18 means a Rosary prayer…

18 means faith, love and hope…

18 means ‘I wanna be a saint if I die this year’

18 means lebih sabar… sabar…

18 means m0nJC

18 means myself

18 means coding… coding… coding…

18 means umur berkurang 1…

18 means lebih dekat ke Surga… haha…

18 means Colossian 3:23

18 means an Eucharistic life…

18 means 1 day still 24 hours, I hope for more!

18 means problems still occur…

18 means life goes on…

18 means PDKM St. Alfonsus!

18 means jalanin program kerja sie DOA… haha…

18 means be a good friend…

18 means kangen St. Ursula…

18 means keep dreaming!

18 means “Preach the Gospel always, use words if necessary.” St. Francis Assisi

18 means sing: ‘dalamnya kasihMu, Bapa….. terlebih dari sgalanya…’

18 means love

18 means after 17

18 means before 19

18 means lalalalala……

18 means wise…

18 means be serious! Be serious!

18 means ‘object oriented programming’

18 means ‘Jesus oriented life’

18 means ‘John Paul II, please pray for me’

18 means cooking more!

18 means tidy

18 means monicaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!

18 means having the heart of a saint.

18 means pure heart, pure mind

18 means time to give not just receiving…

18 means maturing…

Monday, October 19, 2009

Addicted

Hari Minggu besok, kamu harus menghadiri event besar dari tempat kerjamu dari pagi hingga malam. Sehingga tak memungkinkanmu untuk ke gereja hari itu. Maka, kesempatan Ekaristi hanya pada sabtu sore. Tetapi hari sabtu sore, ada Praise and Worship. Wah… gimana ya?

Kalo ikut PW, berarti ga bisa Misa.

Kalo Misa, berarti ga bisa ikut PW. Gila, tuh PW pasti seru banget! Khusus anak muda, dibawakan oleh band rohani yang lagi naik daun. Trus, jarang-jarang, kapan lagi ikut acara beginian? Mungkin diadakan seumur hidup sekali! Tiketnya dah beli, mahal! Hm…

Gimana nih, pilih mana…?


PD vs MISA

Dulu saya hidup hanya menunggu hari rabu, yaitu untuk PD. Saya berpikir, saya hanya dapat menjalin relasi dengan Tuhan lewat PD. Ternyata saya salah besar!

Dalam PD kita merasakan hadirat Tuhan. Kita merasakan jamahan-Nya, merasakan sapaan-Nya. setiap hati yang berbeban berat Ia angkat, yang terluka Ia sembuhkan.

Tetapi ada suatu waktu dimana kita tidak lagi hanya bertemu dan merasakan hadirat-Nya, tetapi kita bisa bersatu dengannya. Hati kita tidak lagi dijamah oleh-Nya, tetapi hati kita bisa melebur, bersatu dengan hati-Nya, yaitu hanya didapat dalam Ekaristi saja.

Apa yang akan terjadi bila seorang anak kecil hanya makan vitamin saja, tapi tidak makan nasi dan lauk pauk? Pagi makan vitamin, siang makan vitamin, malam makan vitamin saja. Apakah anak itu bertumbuh dengan normal? Tidak bukan? Begitu juga dengan jiwa kita. Jiwa kita memerlukan makanan sejati untuk bertumbuh, makanan pelengkap saja tidak cukup. Ekaristi merupakan makanan (santapan) utama jiwa kita. Ekaristi itu seperti oksigen yang kita butuhkan, dan tanpa itu kita tidak bisa hidup.


Jesus, our Eucharistic Love

Ada sepasang kekasih, sang pria suatu hari mendapat tugas dan ia harus pergi untuk waktu yang lama sekali. Ia memberi suatu cincin mahal sebagai tanda janji untuk kekasihnya, bahwa ia akan kembali untuk menikahinya.

Setelah pria itu pergi, si perempuan melihat cincin pemberiannya. Ketika ia teringat akan sang pria, ia melihat dan mengelus cincin itu. Terkadang ia berpikir dan membayangkan kekasihnya, apa yang sedang ia lakukan ya? Apakah ia masih ingat padaku? Jangan-jangan ia memiliki perempuan lain disana. Namun, ketika ia melihat cincin itu, ia terhibur dapat terus berharap dan percaya bahwa sang pria akan kembali.

Tuhan Yesus mendahului kita ke Surga untuk mempersiapkan tempat bagi kita, Dia tidak sepenuhnya meninggalkan kita, karena sewaktu Yesus naik ke Surga, Dia telah bersabda kepada murid-murid Nya “Aku senantiasa menyertai kalian sampai kepada akhir zaman” Ia menjanjikan kepada kita Roh Kudus setelah Ia bangkit dan Ia memberikan dengan rela Tubuh dan Darah-Nya dalam Ekaristi. Tuhan tidak membiarkan kita berjalan dalam ketidakjelasan, kebingungan, kelaparan maupun kehausan akan cinta-Nya. Ia bersabda, Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi (Yohanes 6:35) Tetapi Dia memberikan Roti Hidup yang mana didalamnya kita peroleh kekuatan untuk menjalani perjalanan hidup kita di dunia ini.


Eucharist: Being Small

Tetapi kenyataannya, kalau di Misa, rasanya ngantuk deh. Tapi kalo PD, ngak ngantuk, malah bisa merasakan hadirat Tuhan. Dulu saya juga tidak mengerti rahasia dibalik Ekaristi tersebut. Misa, ya rasanya begitu saja. Tetapi kemudian, saya belajar mencoba menggali makna Ekaristi itu. Saya berusaha datang Misa ga lagi untuk rutinitas atau kewajiban belaka. Tetapi saya datang dengan kerinduan, ingin bertemu Tuhan. Saya ga lagi memikirkan yang lain-lain selain Perayaan Ekaristi itu. Saya berusaha fokus dan menaruh sikap hormat pada Perayaan Ekaristi.

Tuhan hadir dalam bentuk hosti kecil, yang nampak ga berarti. Ia telah merendahkan Diri-Nya yang mahabesar dan hadir dalam roti kecil yang dapat kita lihat, pegang dan makan. Begitu pula kita harus datang dalam Ekaristi, yaitu dengan hati yang rendah dan memohon cinta-Nya. Dan percayalah bahwa Tuhan hadir dan Ia menunggumu untuk merendahkan diri bersamaNya, agar berkat-berkat-Nya dari tempat tinggi mengalir ke hatimu yang rendah.

Lama-lama, Ekaristi menjadi hidup dalam diri saya. Ekaristi tidak lagi menjadi rutinitas, tetapi menjadi sumber kehidupan. Dan rasanya tanpa Ekaristi, hidup ini ga ada artinya.


Eucharist, the center of my life

Kembali kepertanyaan awal, pilih mana?

Mari kita mulai belajar memahami rahasia besar dibalik Ekaristi dan menjadikan Ekaristi menjadi pusat hidup kristiani kita! Mintalah bimbingan Roh Kudus agar kamu dapat memahami Ekaristi lebih dan lebih lagi.

Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin saya ceritakan tentang Ekaristi, dan rasanya kertas dan waktu tidak akan cukup, semua biarlah terangkum dalam kata-kata orang kudus favorit ku ini.

It would be easier for the earth to exist without the sun, than without the Holy Mass.”
St. Padre Pio

Sunday, October 18, 2009

Tujuan atau sarana? Sarana atau tujuan?

Ketika ditanyai, cita-citanya seorang teman menjawab: dokter! Lalu saya lanjut bertanya, kalo udah jadi dokter, trus ngapain? Jawabnya: um… ya… menikmati hidup, menikmati kesuksesan.

Hal itu tidak salah. Tetapi jawaban pertama teman saya itu salah. Karena setelah ditanyai lebih lanjut, jawaban akhirnya bukan lagi dokter, tetapi menikmati hidup, sukses. Jadi, cita-citanya, impiannya, keinginannya sebenarnya adalah kesuksesan, hidup tenang. Bukan dokter. Dokter hanyalah sarana untuknya meraih kesuksesan itu.

Dokter, tujuan atau sarana?


Seorang kenalan, ia seorang pekerja keras. Motivasi sejak kecil terus dipegangnya, yaitu ingin rumah besar. Akhirnya, bisnisnya sukses, lancar. Dalam satu periode, bermiliaran Rupiah bisa ia dapatkan. Tetapi keluarganya retak. Anaknya terlantar. Kondisi tubuhnya mudah sakit. Walaupun kaya, ia tidak pernah mau membeli makanan yang enak-enak, katanya mahal. Gaya berpakaiannya pun tidak nampak seperti orang berduit. Anaknya dibiarkan makan bersama para pegawai makan makanan warteg.

Ia begitu giat mengusahakan saldo di rekening bank terus meningkat. Sampai-sampai ia mengorbankan keinginan pribadinya ataupun keinginan anaknya untuk sedikit saja menikmati hidup. Kerja keras tidak salah, tetapi untuk apa kita kerja keras? Yaitu supaya kita bisa hidup berkecukupan, dapat membeli atau menikmati apa yang kita inginkan, dapat membantu orang yang berkekurangan, memiliki uang tabungan bila terjadi sesuatu hal buruk. Dan akhirnya hidup tenang, tanpa perlu pusing berpikir besok makan apa, gimana cara bayar cicilan rumah, tagihan listrik, uang sekolah anak. Karena kita memiliki cukup uang untuk membayar semua kebutuhan hidup kita. Begitu bukan?

Uang, tujuan atau sarana?



Seorang teman bercerita, ia kehilangan handphone. Lalu ia berdoa, Tuhan, aku rela handphone itu hilang, semoga orang yang mengambilnya benar-benar membutuhkan. Tapi Tuhan, aku butuh handphone. Aku suka banget dengan handphone seri itu, Tuhan. Beberapa hari kemudian, temannya menawarkan hp second yang ia inginkan tersebut dengan harga sekian. Tetapi ia hanya punya setengah dari harga itu. Ia berdoa lagi, Tuhan, uang ku tidak cukup, aku butuh 750rb lagi. Tak lama, ada tawaran job yang entah darimana asalnya dan tepat membayarnya sejumlah 750rb. Ia pun berdoa lagi, Tuhan, Engkau baik banget deh, Kau cukupkan semua kebutuhanku.

Banyak orang berpikir bahwa Tuhan itu seperti jin milik Aladin yang mampu memberikan semua kebutuhannya atau seperti doraemon yang selalu mampu mengeluarkan alat-alat yang dibutuhkan nobita. Tetapi temanku ini lanjut berkata, Tuhan, aku tuh pengen banget hp model itu, karena aku ga pernah punya hp yang bisa program Alkitab. Kalau pake hp itu, aku kan bisa membawa-bawa FirmanMu dan membacanya dimanapun dan kapanpun.Kerinduan hatinya adalah Tuhan, SabdaNya, FirmanNya yang mana bisa ia peroleh lewat bantuan teknologi yaitu handphone.

Handphone, tujuan atau sarana?

Tuhan mengabulkan permintaannya karena Ia meminta bukan untuk keinginan matanya, keinginan tangannya, keinginan egonya, tetapi untuk kerinduan jiwanya, untuk tujuan panggilan hidupnya yaitu keselamatan jiwanya.

“Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Yakobus 4:3

Tuhan, tujuan atau sarana?


m0n

JCLU

Sunday, October 4, 2009

Intercessory Prayer - Pendoa Syafaat

“Han, gue ada di aquarium. Liat kebelakang aja.” Begitu isi sms ku ke teman ku. Saat itu, sedang ada acara KRK-Kebangunan Rohani Katolik- bukan karaoke ya. KRK itu seperti PD yang besar dan meriah, full band, rame banget, dihadiri penduduk seantero kota dan pake tiket segala gitulah. Saya dan teman-teman turut berpartisipasi menjadi tim doa syafaat. Para pendoa syafaat duduk di suatu ruangan terpisah di bagian belakang auditorium tempat KRK berlangsung. Namun, kami masih dapat melihat KRK yang berlangsung karena dibatasi kaca tembus pandang, seperti di dalam ‘aquarium’.


Pendoa Syafaat? Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan?

Di ‘aquarium’ ngapain aja? Ya, berdoa. Kami yang di aquarium melakukan berbagai jenis doa, mulai dari Rosario, doa pribadi, doa lewat nyanyian, doa bahasa Roh, dan masih banyak lagi. Untung Gereja Katolik kaya akan jenis-jenis doa.

Para tim doa syafaat KRK itu berdoa untuk kelangsungan acara KRK, kami berdoa agar umat mau membuka hatinya, kami berdoa agar umat dengan setia mendengar Firman yang dibawakan, kami berdoa agar tidak mati lampu, kami berdoa agar senar gitar tidak putus, kami berdoa agar umat bebas dari macet saat datang, kami berdoa agar kuasa jahat dipatahkan, kami berdoa agar umat yang berbeban berat pulang dengan hati yang baru. Pendoa syafaat adalah orang yang setia berdoa untuk orang sekitarnya, baik diminta maupun tidak.


Cuma berdoa buat orang lain? Diri sendiri, gimana?

Pulang KRK apa yang saya rasakan? Cape, man! Gila, rahang gue rasanya mau lepas! Lidah gue udah lemes deh pokoknya. Rosario tiga lap, man!. Mungkin ga cuma saya, tapi teman-teman pendoa juga demikian.

Saat masa sebelum KRK, kami ditawari, siapa yang ingin bantu menjadi pendoa syafaat untuk KRK itu. Awalnya saya ragu. Mengapa? Gila, KRK besar tuh. Dipimpin oleh worship leader kondang. Pembawa Firman nya import pula! Kalo jadi pendoa syafaat, ya berarti cuma duduk diam, berdoa untuk KRK itu. Ga bisa ikutan loncat-loncat, jingkrak-jingkrak, ga bisa melantunkan penyembahan yang saya rindukan. Wah. Mau ga ya? Demikian pikir saya dan saya rasa teman-teman lain juga berpikir begitu. Akhirnya, hanya beberapa teman saja yang bersedia ikut menjadi tim pendoa syafaat.

Sebenarnya, saya agak kecewa dengan teman-teman yang menolak menjadi pendoa syafaat, namun tetap ikut KRK – jadi yang di luar aquarium-. Ya, itu pilihan mereka sih. Entah apapun alasannya, mereka lebih memilih untuk turut langsung dalam kemeriahan KRK daripada kebosanan di aquarium. Awalnya, saya pikir pendoa syafaat pulang dengan tidak membawa apa-apa, tidak seperti yang di luar aquarium, yang mungkin merasa on-fire lagi, merasa dipulihkan, sukacita ruarrbiasa, dll. Mengapa? Karena pendoa syafaat fokus berdoa untuk umat yang hadir, pendoa syafaat tidak mencari kepuasan hati sendiri. Yang ada malah cape.

Namun, diakhir KRK, rasanya saya juga dipulihkan oleh Tuhan dengan melihat para umat yang pulang dengan pancaran sinar harapan baru dimata mereka, dengan mata bengkak, dengan obrolan-obrolan: ‘Tuhan memang luar biasa ya!’ dan yang terutama saya rasanya bisa merasakan isi Surga yang bersukacita karena jiwa-jiwa boleh kembali dan bertobat. Dan juga mengingat bahwa pahala yang menuggu saya di Surga, yang mana orang-orang di luar aquarium ga dapet. Hehe.


Mendoakan Vs. Didoakan

Pilih mana, hayo…? Didoakan pasti seneng, bukan? Kalo mendoakan orang lain, nampaknya kita ga dapet apa-apa ya?

Tidak, jika kamu didoakan, mungkin kamu akan merasakan suatu ‘penghiburan rohani’. Namun, berdoa untuk orang lain memberikan sesuatu yang lebih indah, lebih mahal daripada ‘penghiburan rohani’ biasa, yaitu tidak adanya penghiburan rohani baru itu sendiri.

Lho, kok begitu? Ya! Mungkin kita setelah berdoa, setelah ikut PD, ikut KRK, merasa bahwa kita telah diberkati Tuhan, telah dicintai Tuhan. Setelah itu, kita cenderung untuk melupakan Tuhan karena kepuasan jiwanya rasanya telah penuh. Kita akan kembali mengingat Tuhan dan bertekun dalam relasi pribadi bersama Tuhan saat hati kita kosong. Lalu, apakah Tuhan sama dengan pom bensin? Yang hanya kita kunjungi saat hati kita kosong? Tidak mau begitu, bukan? Maka dengan berdoa syafaat mungkin kita tidak akan mengalami kepenuhan secara langsung. Namun, kita dibuatNya untuk terus merasa kosong, sehingga kita selalu kembali dan mengingatNya.

St. Fransiskus Asisi berkata, “Demikian yang harus kau katakan dalam doa dan ketika kamu meninggalkan doamu, kamu harus muncul sebagai pendoa yang miskin, bukan seseorang yang baru saja menerima anugrah baru. Karena kau dapat kehilangan sesuatu yang berharga demi kepuasan kecil dari kesombongan dan dengan mudah menggusarkan Dia, sehingga tidak memberi lagi.”


Siapa aja, yang berdoa syafaat?

1. Tuhan Yesus

Yesus juga pendoa syafaat? Yup! Yohanes 17 dengan jelas berjudul: Doa Yesus untuk murid-muridNya.

2. Paulus

Hampir di setiap surat rasul Paulus, ia selalu menulis bahwa ia dan rekan-rekannya selalu berdoa bagi umat Kristen saat itu. Salah satunya, “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami.” 1 Tesalonika 1:2

3. Santo-santa

Begitu banyak doa-doa dan novena yang didoakan melalui perantaraan para kudus. Mereka yang begitu mencintai Tuhan juga rindu agar umat Tuhan yang lain juga semakin mencintai Tuhan.


Bertumbuh dalam doa

Seiring bertumbuhnya iman kita, isi doa kita pun berubah. Saya pernah merasa doa saya stuck di situ-situ saja. Lalu, saya coba mempersembahkan doa bagi orang-orang di sekitar saya. Lama-lama saya merasa bahwa doa menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.


Mulai berdoa syafaat? Yuk…

Jika kamu merasa doa pribadimu begitu-begitu saja, cobalah untuk berdoa syafaat. Doakanlah dulu orang-orang disekitarmu. Sebutkan namanya, bawa ia kepada Tuhan. Salah satu cara yang saya pakai biasa saya mendokan 50 orang dalam 50 butir doa Salam Maria pada doa Rosario, dijamin, kamu pasti ingin menambah satu putaran Rosario lagi deh. Kalau masih bingung bagaimana harus berdoa, mintalah bimbingan Roh Kudus karena Roh Kudus akan membantu kita dalam setiap doa kita (Roma 8:26-27).

Bawalah hanya kepada Tuhan, setiap pergumulanmu, keraguanmu, ketidakmampuanmu dengan tidak ragu-ragu. Yakin dan percayalah bahwa setiap doa yang dengan yakin didoakan, saaangat besarrr kuasanya (Yakobus 5:16). Dan ingat selalu Firman Tuhan terpendek dalam Alkitab: Tetaplah berdoa (1 Tesalonika 5:17).



m0n

JCLU

Wednesday, September 30, 2009

Serving GOD and Serving Others

Serving GOD and serving others

It was taken from the theme of 150th anniversary of St. Ursula School in Jakarta. I served in that event with making the booklet with my bestie. Typing and saying that theme again and again, it became planted inside my heart actually. I thank God that I may study in St. Ursula with its motto SERVIAM –I serve-.


Inauguration of the new Prayer Group team

Tonight, September 30th 2009, we had the 6th anniversary Mass of PDKM and also inauguration Mass of the new servants in St. Alfonsus Prayer Group. Hm…. What to say? It’s just a sweet and touching beginning, right? Wanna cry? No. Feel sad? No. Feel happy? No either. Nothing to say. Just congratz for all.


Coz I’m gonna serve Him in every way of my life

Well, my heart keeps saying tonight: For me, it’s just formalities, coz I know, I’m gonna serve Him in every way of my life. Sebenarnya ga ada pelantikkan pelayan baru ato masa jabatan baru or anything, coz I’m gonna serve Him in every way of my life. I don’t know since when I start loving and serving Him.


menjadi penjala manusia

I like the Words of God tonight, ‘menjadi penjala manusia’. It’s written in Luke 5. One of my favorite readings and which became my base motivation when I want to apply to Singapore universities. I used to only focus on the word: ‘bertolaklah ke tempat yang lebih dalam’ and they got lot of fish with Jesus in their boat. And it has gone with the wind since I was rejected there. And I also forget the Words. But tonight, it comes again specifically to the end of the reading: ‘menjadi penjala manusia’. Hm, this reading still lives in my life, but it strikes me that I may stay here in Jakarta to serve in St. Alfonsus Prayer Group, my second family.


Short post. Thanks for all. Pray that I may be faithful like our God is faithful to us.

Monica is processing, loading, walking, searching, trying, feeling, knowing.



m0n

JCLU

Tuesday, September 22, 2009

Avoiding the Fall!!!

Again, this is the TOB for teens assignment. This assignment is:

Write a ‘back to the future’ story. Imagine that you and another person are actually Adam and Eve and living in the Garden of Eden. Then imagine that you know all the information that you know today about the temptation of the devil (the snake), the Fall, and the baggage that comes with original sin. Here’s the catch: You have this knowledge but your spouse doesn’t. and there’s only one week before the Fall takes place. You have a job to do: Avoid the Fall! Write a creative, pure, and humorous message to your spouse in the Garden that pledges your love and simultaneously attempts to avoid the upcoming “FALL.”

Sound great, right? Seru yah! Let’s do this!

Dear Adam (hihi),

Hi, the sexiest man alive in this world (yeah, you’re the only man lived, lol). I’m very happy with the life we’re now going through. I love the beauty of life and this nature we live in that God’s created for us. And I also love the creatures God has made, especially you (weks… haha…). I really enjoy every moment we shared together in the pure love which God put in us.

But you know what, darling. I heard that this pure love and happiness will end next week! I heard them saying: the Fall, the Fall. I don’t know what it is but they said that this will end our happiness. I heard that, after the Fall, there’ll be no pure love and we’ll feel shame. I don’t know what it’s like. They said that we’re living a ‘naked without shame’ life now. And after the Fall, we’ll feel ashamed if we’re naked.

Then I asked more, why we’ll feel ashamed. They replied me that, it’s because the Fall will affect us the weakness of lust. Then, we’ll seeing each other as object of our lust. Lust is the opposite of love. After the Fall, it’ll be hard for us to distinguish love and lust. Well, they also said that it must be very strange for us to understand it now, since we’re looking each other as subject not as object for our self.

And after the Fall, the meaning of sex with change! Sex will not be a true love anymore; sex will not be an original unity anymore. They will have sex to express their lust, but God said that sex is to express the FTFF love (FTFF: Free, Total, Faithful, Fruitful). Sex loses its sacredness and mystery. Sex will be a recreational activity instead of wonderful gift to be cherished.

Oh, sweetheart, I’m afraid to hear that! I don’t want our pure love and original happiness ended. I don’t want our perfect love changed with lie. We need to trust God more. Because I heard that the Fall was caused by our lack of trust in God. It’s because we (you: Adam and I: Eve), choose to serve our own wills than to God’s will. And this is called original sin which will last forever, generation to generation.

The Fall next week, we’ll be started by the snake! You know what, I’ve smelt that the snake was evil. Yesterday, I accidentally heard the snake’s plan. He plans to give me the fruit from the forbidden tree! Which after eating the fruit, we will be sinned against God. But at first he will offer me and told me that God said that we can eat all the fruit in this Garden. Hm… it’s wrong, right? Before we eat the fruit, he’ll convince me that if God had things His way, we would live miserably, but actually it’s vice versa!

Adam, we have to avoid the Fall! Let’s make a plan. Next week, before the D-day, let’s put some pure love poison in the forbidden tree. You know what, devil hates love, more over pure love, haha. I will make a pure love poison which will make the snake fall in love. And your job, Adam, is to find a female snake. So, after closing the tree, the evil snake will become in love and after meeting the female snake, he will fall in love to the female snake, then they’ll live happily under pure love also… hahaha… isn’t it a great plan??? So, the Satan will never turn human race to sin since the forbidden tree is poisoned with pure love also. And I will water the forbidden tree with pure love water, so, anyone who even gets close to the tree will feel love and trust God 100%, so, the Fall will never happen!

Reply my email ASAP. Let me know what you’re thinking about this too, hon.

With full and pure love,

Eve