Pages

This blog has been moved to www.m0njc.wordpress.com

Thursday, January 14, 2010

Sukacita Ketika Aku Dirugikan

Sukacita Ketika Aku Dirugikan


Mungkin karena latar belakang mereka yang bekerja sebagai pedagang dan juga keturunan cina dari daerah atau kota kecil di Indonesia ini, mereka jadi begitu. Rasanya kalau tidak memberikan suatu keuntungan, maka aktivitas itu sebaiknya dihentikan.


Masa ada orang tua yang bukannya bangga anaknya bantu orang, tapi malah ngomel!” begitu seruku. Agak menyakitkan hari ini. Seorang teman gereja meminta bantuanku untuk ngeprint dekat kampus. Karena jadwal kuliah yang mepet, aku ngeprint nya sehabis semua kelas. Kelas terakhir sendiri bubarnya telat. Untung aku sempet sms papa agar menjemput setengah jam lebih telat.

Setelah berjalan tak begitu jauh dari kampus, aku tiba di tempat ngeprint. “Kenapa semua percetakan kerjanya lelet-lelet!” GRAOR. Belum mulai ngeprint aja rasanya sudah sangat-sangat membuang-buang waktu. Sewaktu mulai cetak, terjadi kesalahan-kesalahan . “Pegawai nya baru ya? Ga ngerti pake potosop ya? Duh, nCi nya malah leha-leha, lelet buanget!!!” Emosi semakin muncul melihat cara kerja mereka yang berlelet-lelet ria dan tidak bisa memakai waktu dengan efektif. “Orang lelet tidak akan pernah sukses!” begitu kamus hidupku. Nyatanya usaha mereka cukup lancar. Banyak orang ngeprint disitu. Weks!

Tetapi aku sudah bilang akan membantu temanku ini. Ia ingin ngeprint untuk buat portfolio. Sesuatu yang aku tahu, ini cukup penting dan berharga untuk kerja. Maka aku coba menenangkan hatiku, lagipula papa belum datang menjemput. Akhirnya ngeprintpun mulai jalan. Sedikit-sedikit. Aku tahu, tidak boleh ada kesalahan dalam ngeprint ini. Portfolio gitu lho. Aku teringat dengan firman Tuhan: kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri. Aku menganggap seperti mengerjakan portfolioku sendiri. I know, it must be perfect. Maka aku berdiri selama kira-kira 1-2 jam itu, dan bolak-balik ngecekin juga apa yang mereka klik di komputer.

Setelah ini, masih harus menjilid spiral untuk portfolio ini. Tempat nya berbeda lagi, harus jalan lagi. Aku mulai berpikir untuk tidak membantunya menjilid mengingat mungkin kalau menjilid saja dekat rumah juga ada. Tapi kan udah bilang begitu, ga enak juga dalam hati. Aku sudah bolak-balik ingin mengetik sms menanyakan sesuatu tentang jilid,berharap ia bilang: ga usah jilid deh. Tapi aku ga bisa mengetik sms apapun. Tetapi , dalam hati terus ada pemberontakan, udahlah biar dia sendiri aja, kamu kerajinan, kamu terlalu baik, kamu udah kayak dibegoin. Tapi Firman Tuhan harus diatas segalanya dan menjadi pusat terus mengingatkan. Ingat, mon, kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri.

Baru jalan beberapa halaman, papa datang menjemput. Bahkan papa datang terlambat setengah jam, aku masih belum selesai. Ia terpaksa ikut menunggu. Aku ga bisa ngomong apa-apa, aku harus menunggu ngeprint itu, maka terpaksa papa ikut menunggu. Aku hanya berdoa agar ia tidak marah. Dan satu jam sepuluh menit berikutnya, barulah selesai mengeprint 20 lembar portfolio bolak-balik yang aku teliti proses cetaknya agar tidak salah.

Setelah keluar, papa baru nanya, “ngeprint apa sih?” Aku jawab, “itu punya temen, nitip ngeprint.” Papa mulai cuap-cuap, memprotes kebaikan ku yang telah membantu teman itu. Aku Cuma bisa jawab, “ya diakan minta bantuan, trus gimana donk? Masa nolak?” Yahaha. Papa malah marah beneran. Intinya papa bilang kalau bantuin sih ga papa, tapi soal waktu yang terbuang sia-sia. Aku diam.

Lalu kita pergi menjilid yang kira-kira hanya 5 menit. Lalu pulang ke rumah jem 3. Seharusnya jam 1.15 sudah bisa pulang. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya bisa terus mengingat-ingat FirmanNya, “kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri.” I will do my best for my work so do I work to help my friend. “Begini ya Tuhan artinya mengasihi sesama seperti diri sendiri.” Memang tidak mudah, makanya Tuhan ingatkan kita. Ya setidaknya hari ini aku sudah melaksanakan Firman Tuhan deh. Aku juga berdoa agar papa ngak lapor ke mama, kalau tidak masalah bisa makin fatal.

Aku merenung, di sepanjang jalan, dibalik helm yang rasanya begitu nyaman menikmati renunganku seorang diri. Aku membantu teman, tapi kok orang tua ku malah ngomel sih? Bukannya mereka harus bangga kalau aku bisa bantu orang? Memang aku begitu egois. Apakah hal ini mungkin dikarenakan didikan orang tuaku yang membuat aku egois? Mungkin karena mereka pedagang yang selalu mencari keuntungan. (bukan berarti pedagang itu egois ya.)

Aku mengingat-ingat semua yang pernah aku lakukan menyangkut mencari keuntungan. Seperti nya selama ini semua yang pernah mereka ajarkan bagiku adalah hal-hal yang pasti harus mendatangkan keuntungan bagiku. Aku ingat ketika aku masih SD, aku sudah membantu mama menjual tas sekolah anak-anaknya, hingga setiap anak perempuan berjejer memakai tas yang sama. Aku dapat 5000-10000 atas penjualan tiap tas. Aku juga menawarkan jasa membuat label nama milik pamanku ke teman-teman. Kalau pesen 4, sebenarnya gratis satu. Maka aku disuruh mengumpulkan sebanyak-banyaknya perorangan, lalu aku gabung hingga jadi 4. Bagian yang gratis itulah jatahku.


Aku juga ingat betul percakapan singkat 10 tahun lalu ketika kelas 3 SD. Aku duduk dimeja terdekat meja guru. Aku lupa tepatnya apa yang guru bahasa inggris berambut panjang keriting itu tanyakan padaku. Sepertinya ia bertanya apakah aku ingin punya adik? Tetapi aku menjawab tanpa ragu dan tanpa pikir panjang: aku anak tunggal, aku ga mau punya adik. Dan yang kuingat benar hanyalah kata-katanya ini: “Eh, ga boleh begitu, itu namanya egois.” Rasanya kata-kata itu menancap dalam hatiku.

Tapi sekarang aku yakin, aku sudah berhasil meninggalkan sifat lama itu. Aku suka berbagi ke teman-teman. Aku suka membuat jelly lalu membaginya dikelas sewaktu kelas 1 SMA. Aku juga suka membantu teman-teman yang kurang mengerti pelajaran, walaupun akhirnya aku malah menyesatkan atau nilaiku malah lebih buruk. Aku juga ikut pelayanan dalam gereja dimana aku tidak mendapat keuntungan. Namun, orang tua ku juga mulai protes akan hal ini, buat apa sih ke gereja terus?

Ketika aku ikut pelayan di gereja atau kegiatan apapun dalam gereja. Aku berusaha menonjolkan keuntungan yang aku peroleh: iya ma, ini namanya pengalaman organisasi, nanti pas kerja tuh orang lebih nyari yang punya pengalaman organisasi. Iya ini kan sekalian belajar vocal, belajar music. Iya ini kan aku juga jadi belajar soal ini dan itu. Tak pernah aku bilang: aku mau melayani Tuhan, ma. Aku cuma tidak mau mereka illfeel dengan pelayanan gereja. Mereka mungkin belum mengerti ini.

Mungkin aku berubah seiring berubahnya zaman dan pergaulan disekitarku yang tidak seperti pola pikir atau mindset orang tuaku. Orang-orang disekitarku yang baik-baik dan penuh cinta saling menunjukkan ketidak egoisan mereka. Mereka benar-benar membantu teman seperti adik sendiri. semuanya terkadang membuatku iri karena aku masih belajar menuju seperti mereka dan juga bertanya kenapa aku bisa egois begini ya? I wish I could reset myself. Ke-anak-tunggal- an ku sungguh-sungguh membuat aku begitu individualis.

Tetapi hari ini, aku membantu. Dan lebih daripada itu, aku dirugikan. Aku membuang waktu istirahatku. Dan yang paling parah, aku membuat orang tua ku semakin berpikiran buruk tentang teman-teman gereja ku. Makin banyak orang/teman yang mereka kenal dan mereka blacklist. Yang secara tidak langsung membuat aku semakin terbatas dalam kegiatan gereja dan pelayanan. Papa cuma bilang: lain kali jangan mau titip-titip print lagi! Aku cuma bilang dimulut: iya. Dalam hati: ah, aku harus lebih pintar besok-besok.

Tetapi aku merasa senang hari ini bisa membantu, dan khususnya bisa merasakan, menjalani dan mempelajari Firman Tuhan berikut: kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri. Sesama itu adalah ‘aku’ku yang ada disana. Aku senang aku bisa melakukan sesuatu yang baru dan gila hari ini. Bukan lagi seperti prinsip biasa, senang kalau dapat untung. Hari ini aku senang karena aku rugi.

Memang, biasa kita merasa biasa-biasa saja kalau kita tidak rugi dan tidak untung. Kita senang kalau kita dapat untung. Tetapi diatas segalanya, aku senang, aku bangga dengan diriku, yaitu aku bisa merasakan sukacita ketika aku dirugikan. Hm… aneh bukan? Sesuatu yang rasanya tidak akan pernah menjadi filosofi hidup siapapun didunia ini.

Melalui sharing ini, semoga kita juga bisa semakin menjalani hidup dalam Firman Tuhan. Dan menjadikan FirmanNya sebagai basic dan tujuan hidup kita. Aku bersyukur orang tua ku masih seperti itu, sehingga aku bisa merasakan beratnya salib dan susahnya menjalankan Firman Tuhan. Ya, aku belajar dari ini. Dan aku berharap teman ku ini tidak membaca sharing ini, kalaupun ia membaca, aku hanya ingin bilang: “terima kasih teman, kau membuat ku merasa rugi hari ini. Aku bersukacita.”

Ayuks, kembali ke pekerjaan, mencari keuntungan untuk dana hidup!



m0n
JCLU

0 comments: